1. ( a ) Reflektif Thinking
Reflectif thinking, adalah berfikir refleksi, yaitu mencermati apa yang sudah terjadi (reflecting). Dari terselesainya refleksi lalu disusun sebuah modifikasi yang diaktualisasikan dalam bentuk rangkaian tindakan dan pengamatan lagi, begitu seterusnya. Adapun metodenya dalam tahapan – tahapan reflektif thinking.
Metode reflective thinking pada umumnya melalui beberapa tahapan yaitu:
- Adanya kesadaran kepada sesuatu permasalahan, dimulainya apabila kita ingin tahu kepada sesuatu, atau apabila ada beberapa permasalahan yang pasti yang harus dipecahkan. Kesanggupan untuk menyatakan masalah secara jelas dan tepat sangatlah penting. permasalahan itu mulai berjalan apabila ada sesuatu hambatan atau kesulitan tanpa penjelasan masalah yang jelas, kita tidak akan tahu fakta apa yang harus dikumpulkan.
- Data yang diperoleh dan relevan yang harus dikumpulkan untuk masalah yang sederhana, data mungkin mudah diperolehnya, namun untuk yang lainnya mungkin memerlukan waktu berbulan – bulan atau bertahun – tahun untuk memerlukan data yang diperlukan. Fakta yang ingin kita peroleh kadang-kadang kita temukan melalui penelitian seksama.
- Data yang terorganisir yaitu yang telah disusun / dihitung, dianalisis dan diklasifikasi. Perlu kiranya diadakan perbandingan dan perbedaanya, dan diusahakan agar data itu mempunyai arti. Perhitungan, analisis, dan klasifikasi merupakan dasar metode yang ilmiah.
- Formulasi hipotesis berbagai pemecahan masalah sementara mungkin akan terjadi kepada ilmuan pada waktu memproses, menganalisis dan mengklasifikasi. Saran – saran probabilitasnya untuk diuji. Tidak ada pembatas dalam jumlah hipotesis yang ia rencanakan. Sementara itu tidak ada peraturan yang kaku untuk memformulasikannya, sebuah hipotesis harus masuk di akal, harus menjadi sebuah deduksi untuk diuji, dan harus merupakan penunutun untuk penelitian berikutnya.
- Deduksi harus berasal dari hipotesis dalam mengambil kesimpulan prinsip logika formal akan membantu atau perkiraan yang mungkin timbul sewaktu sipeneliti itu sedang menguji permasalahan atau pokok soal yang sedang ia kerjakan. Ia akan memilih dari sekumpulan data yang sedang ia kerjakan, suatu data yang sangat dekat kita. Matematik mungkin akan membantu kita untuk menemukan bentuk – bentuk perumusan dan hubungan – hubungannya, yang akan ditemukan dalam penelitian tersebut mempertimbangkan contoh mengungkapkan deduksi yang berasal dari hipotesis, seperti berikut: “seandainya A dan B itu benar, maka C pun harus benar”. Hal ini mengarah kepada langkah selanjutnya.
- Pembuktian kebenaran verifikasi setelah ditentukan dengan cara analisis deduktif, apapun akan benar seandainya hipotesis itu benar, kemudian kita lihat apakah kondisi – kondisi lainnya sebagai suatu kenyataan itu benar pula. Seandainya itu menyatakan benar, maka hipotesis kita telah dibuktikan kebenarannya. Keenam langkah itu dapat dilaksanakan, di manapun reflective thinking ini dijalankan. Seandainya metode ilmiah ini dapat dimengerti secara keseluruhannya, maka ia dapat diterapkan kepada setiap lapangan pengalaman manusia. Mereka yang mengklaim bahwa metode ilmiah itu sangat terbatas sifatnya, biasanya mereka menerapkannya dalam bidang yang terbatas, dimana bahan penelitiaanya sangat obyektif dan mungkin hasilnya dinyatakan secara matematis atau dalam bentuk kuantitatif. Misalnya di mana seseorang bekerja dalam bidang ilmu alam menggunakan istilah ilmu pengetahuan dan metode ilmu pengetahuan yang dipergunakan dalam bidang ilmu sosial.
1. ( b ) Receptive Thingking
Receptive Thingking adalah dapat menerima pengetahuan yang diperoleh / diterima sebagai fakta dengan sikap menerima apa adanya dan ini mulai dilakukan manusia pada zaman sejarah (500-600 tahun sebelum masehi). dimana manusia mempunyai kemampuan membaca, menulis dan berhitung. Receptive thinking pada ilmuan yaitu siap secara moral dan mudah menerima gagasan/pendapat baru, seorang ilmuan dituntut untuk tidak picik dalam pandangannya, ia harus mau menerima dan memberi tempat pada orang lain utuk menguji validitas semua teori yang digunakan ( sumantri, 1985: 13)
1. ( c ) Inkuiri
Inkuiri adalah suatu metode untuk mengkaji kenyataan–kenyataan mengenai sesuatu, atau metode untuk menyelidiki dan mengumpulkan informasi mengenai sesuatu. Maka dengan pengertian yang sempit itu, sistem inquiry identik dengan suatu metode untuk meneliti sasaran tertentu.
Inquiry dalam arti luas adalah suatu komplek kegiatan keilmuan (berpikir ilmiah dan melakukan kegiatan–kegiatan ilmiah) yang bertujuan untuk mendapatkan sesuatu pengetahuan yang benar. Pengetahuan yang dimaksud disini, ialah pengetahuan yang diperoleh melalui metode ilmiah.
Dengan demikian, sistem inkuiry bukan sekedar “metode” tetapi suatu “entity” atau wujud kebulatan, yang terdiri dari serangkaian aktivitas ilmiah bahkan metode – metode yang dipergunakan tiada lain adalah sarana penunjang bagi kegiatan inquiry itu sendiri. Hornby dalam dictionary-nya menunjukkan synonymous antara istilah inquiry dan investigation yang bermakna “penyalidikan”.apapun yang dipergunakan, namun yang ditonjolkan adalah kecenderungan manusia untuk meneliti sesuatu karena didorong oleh “keinginannya untuk mengetahui sesuatu itu”, dengan kata lain: ingimn memperoleh pengetahuan yang benar mengenai sesuatu. Menurut David L. Haury dalam artikelnya, Teaching Science Trough Inquiry (1993) mengutip definisi yang diberikan oleh Alfred Novak : inquiry merupan tingkah laku yang terlibat dalam usaha manusia untuk menjelaskan secara rasional fenomena-fenomena yang memncing rasa ingin tahu. Dengan kata lain, inquiri berkaitan dengan aktivitas dan ketrampilan aktif yang fokus padapencarian pengetahuan atau pemahaman untuk memuasakan rasa ingi tahu (haury,1993)
Inquiry dalam arti luas adalah suatu komplek kegiatan keilmuan (berpikir ilmiah dan melakukan kegiatan–kegiatan ilmiah) yang bertujuan untuk mendapatkan sesuatu pengetahuan yang benar. Pengetahuan yang dimaksud disini, ialah pengetahuan yang diperoleh melalui metode ilmiah.
Dengan demikian, sistem inkuiry bukan sekedar “metode” tetapi suatu “entity” atau wujud kebulatan, yang terdiri dari serangkaian aktivitas ilmiah bahkan metode – metode yang dipergunakan tiada lain adalah sarana penunjang bagi kegiatan inquiry itu sendiri. Hornby dalam dictionary-nya menunjukkan synonymous antara istilah inquiry dan investigation yang bermakna “penyalidikan”.apapun yang dipergunakan, namun yang ditonjolkan adalah kecenderungan manusia untuk meneliti sesuatu karena didorong oleh “keinginannya untuk mengetahui sesuatu itu”, dengan kata lain: ingimn memperoleh pengetahuan yang benar mengenai sesuatu. Menurut David L. Haury dalam artikelnya, Teaching Science Trough Inquiry (1993) mengutip definisi yang diberikan oleh Alfred Novak : inquiry merupan tingkah laku yang terlibat dalam usaha manusia untuk menjelaskan secara rasional fenomena-fenomena yang memncing rasa ingin tahu. Dengan kata lain, inquiri berkaitan dengan aktivitas dan ketrampilan aktif yang fokus padapencarian pengetahuan atau pemahaman untuk memuasakan rasa ingi tahu (haury,1993)
2. Jelaskan kritik terhadap revolusi paradigma ilmu dari Kuhn?
Mengenai definisi paradigma ada yang menyatakan sebagai intelektual komitmen, yaitu suatu citra fundamental dari pokok permasalahan dari suatu ilmu. Paradigma menggariskan apa yang seharusnya dipelajari, pernyataan–pernyataan apa yang seharusnya dikemukakan, bagaimana seharusnya suatu pernyataan dikemukakan dan kaidah – kaidah apa yang seharusnya diikuti dalam menafsirkan jawaban yang diperoleh (Ihalauw, 1985: 19). Istilah paradigma menjadi dikenal setelah Thomas Kuhn memperkenalkan paradigma kerangka keyakinan (komitment intelek) yang terbatas pada kegiatan keilmuan. Dalam bukunya Structure of Scientific Revolution (Kuhn, 1962), Kuhn menekankan sifat revolusioner dari kemajuan ilmiah. Revolusi keilmuan dilakukan dengan membuang suatu struktur teori lama dan menggantikan dengan yang baru. Sebenarnya kuhn tidak memiliki konsep-konsep yang yang ketat dan konsisten dalam menerangkan arti, namun pada umumnya Kuhn mengartikan paradigma sebagai beberapa contoh praktek ilmiah aktual yang diterima , misalnya : teori, aplikasi, dan instrumentasi bersama-sama yang memberikan model-model dan menjadi sumber tradisi-tradisi koheren particular riset ilmiah (kuhn the structure) Model perubahan keilmuan yang dikemukan Kuhn, diawali oleh dominasi paradigma tertentu sehingga terjadilah akumulasi ilmu pengetahuan. Tahapan ini disebut normal science, pada masa ini aktivitas pemecahan masalah berjalan dengan lancar dibimbing oleh aturan – aturan paradigma tertentu. Ilmuan (pada masa normal science) tak perlu bersifat kritis karena pekerjaan tidak membutuhkan tantangan baru. Tahapan selanjutnya adalah anomaly, pada saat terjadi penyimpangan – penyimpangan subtansial yang terjadi dilapangan yang secara empiris tidak disinari oleh kebenaran paradigma ilmiah yang sedang berlaku. Apabila kebenaran paradigma ilmu sulit dipertahankan terjadilah krisis keilmuan yang harus segera diikuti oleh revolusi keilmuan. Pada saat itu paradigma lama ditinggalkan untuk diganti oleh paradigma baru. Ciri dari paradigma Kuhn adalah mengajak para ilmuan untuk saling terbuka dalam sifat open-ended (yaitu bersedia menadah ilmu pengetahuan baru).
3. Jelaskan terjadinya reorientasi atau biasa disebut sebagai “pemberontakan” terhadap paradigma–paradigma penelitian?
Perbedaan dalam paradigma ilmu pengetahuan terjadi ketika adanya perkembangan pemikiran Yunani. Hal ini dikarenakan pengetahuan yang berdasar empirisme pasti berbeda dengan pengetahuan yang berrdasar pada rasionalisme serta positivisme, mexisme dll, karma masing-masing aliran ini mempunyai cara pandang sendiri tentang hakekat sesuatu serta memiliki ukuran-ukuran sendiri tentang hakekat kebenaran.menurut Ritzer (1980) perbedaan aliran filsafat yang dijadikan dasar berfikir oleh para ilmuan akan berakibat pada perbedaan paradigma yang dianut. Selain itu suatu pendekatan atau metode ilmiah, juga tidak lepas dari kebaikan dan kelemahan, keuntungan dan kerugian. karna itu untuk dapat memberi pertimbangan dan keputusan mana yang lebih baik atau lebih cocok menggunakan suatu pendekatan terlebih dahulu perlu perlu dipahami masing-masing pendekatan tesebut. Dalam pertumbuhan ilmu pengetahuan, suatu teori yang dipandang sudah tidak baik dan dikalahkan oleh teori baru, maka teori yang ditumbangkan tersebut pasti tidak berlaku lagi. Dengan kata lain, jika suatu teori belum tumbang pasti memiliki keampuhan “Perjuangan”. Tumbuhnya penelitian kualitatif tidak dapat dikatakan ringan, Ketika beberapa ahli mencoba memperkenalkan jenis penelitian yang dimulai dari lapangan secara grounded, para peneliti kuantitatif yang sudah muncul terlebih dahulu menentangnya dengan keras. Mereka berpendapat bahwa penelitian kualitatif yang mengumpulkan datanya dipandang tidak sistematis, sangat indifidual, kurang ilmiah dan sukar dilakukan pelacakan terhadap data yang terkumpul (karena tidak mungin mengulangi peristiwa yang sudah lampau) juga diragukan hasilnya. Ketika para peneliti kualitatif telah berhasil meyakinkan prinsip-prinsip keilmiahan dari penelitiannya, terpaksa “tenggelam” sebentar karena kalah dalam publikasi . Namun, akhirnya secara berangsur-angsur nasib penelitian kualitatif semakin baik, dan sejak kira-kira tahun 1990 pendekatan kualitatif tersebut dapat diterima oleh masyarkat ilmiah.
4. Jelaskan secara komprehensif masing–masing paradigma penelitian yang anda ketahui ?
- Paradigma Kuantitatif Dan Paradigma Kualitatif, Masalah kuantitatif dan kualitatif hingga kini masih menjadi perdebatan/meski para ilmuan pada bidang tertentu memandang bukanlah merupakan hal yang bersifat dikotomis melainkan merupakan suatu kontinu. Sekelompok ilmuan juga memandang bahwa metode manapun yang akan digunakan sebenarnya tergantung pada problematiknya. Bila problematik memerlukan jawaban kualitatif maka metode yang digunakan harus kualitatif, demikian pula, bila problematik bersifat kuantitatif maka yang digunakan harus metode kauntitatif. Juga ada sekelompok ilmuan yang mengatakan bahwa kedua metode tersebut saling menunjang, dengan suatu harapan bahwa dengan cara begitula penelitian akan dapat menyajikan hasil yang mantap dan jitu. Mengukur derajat kepercayaan sebuah penelitian kualitatif banyak perspektifnya, yang meliputi definisi dan prosedur. Salah satu diantaranya, adalah yang mencari ekuivalennya yang paralel dengan tradisi penelitian kuantitatif yang mengacu pada validitas. Seperti, Goetz dan LeCompte (1984) mencari paralelnya validitas. Dan reliabilitas dangan penelitian survey dan eksperimen. Hal inmi disebabkan banyaknya kritik para pakar penelitian kuantitativ yang meragukan validitas dan reliabilitas penelitian kualitatif. Mereka mempertanyakan validitas penelitian eksperimental daalam penelitian-penelitian etnografis, terutama dalam aspek-aspek sejarah, maturasi, efek pengamatan,seleksi, regresi, kematian subjek selama proses penelitian (mortality), dan kesimpulan. Juga dipertanyakan validitas eksternalnya yang akan mengurangi derajat komparabilitas dan transferabilitas penelitian tersebut, (Goetz dan La Compte,1984:225-229). Prespektif lain adalah yang meragukan pemakaian terminologi penelitian kuantitatif dalam penelitian kualitatif, yang dipandang sebagai memfasilitasi dan penerimaan penelitian kualitatif dalam dunia kuantitatif. Hal ini akan mengaburkan konsep-konsep prinsipil dalam penelitian kualitatif dan merupakan sikap yang defensive saja, karena bahasa penelitian kuantitatif tidak sama tidak edukat untuk menampung pikiran dan konsep penelitian kualitatif.
- Karl r. Popper Pada bagian perkembangan ilmu pengetahuan sebagai produk berpikir, Karl R. Popper melontarkan sebuah teori tentang Falsifikasionisme (Chalmers, 1983: 63-71 : Popper, 1968: dan Alfons Taryadi, 1989), baginya kaum skeptis mungkin benar bahwa tidak ada ilmu pengetahuan yang benar. Teori keilmuan dapat berkembang melalui uji keras dengan bentuk eksperimen dan observasi. Kalau salah (refutability) maka akan diganti oleh teori yang lebih baik, tetapi apabila benar maka teori itu telah di-corroboration (dikuatkan). Dengan demikian tidak ada batas kebenaran mutlak (absolut) dari ilmu pengetahuan yang berlaku secara universal. Kalau teori bisa dikaji lewat hipotesis, dan hipotesis adalah falsifikasi (bisa salah atau benar), maka tida ada kebenaran yang universal. Semua pendapat ilmiah dapat digugurkan, apabila tidak demikian dunia ini akan memiliki semua hal. Contoh: Semua teori akan mengandung kebenaran, karena berlaku untuk menerangkan setiap phenomena sosial yang tampak. Lincoln dan Guba menggunakan istilah-istilah alternative yang lebih sesuai dengan norma-norma naturalistik (1985:300). Misalnya, untuk menentukan derajat keterpercayaan penelitian, mereka menggunakan istilah-istilah seperti kredibilitas, transferabilitas, dependabilitas, konfirmabilitas, sebagai ekuivalen pihak penelitian naturalistic untuk validitas internal, reliabilitas, dan objektivitas. Dalam operasionalisasinya digunakan tenik perpanjangan waktu dilapangan, triangulasi, data sumber, dan metode, serta para investigator untuk mencapai kredibilitas. Untuk menjamin bahwa hasil penelitian mamp dialihpahamkan antara peneliti dengan yang diteliti, maka penjelasan atau deskripsi harus pamjang lebar, dan tebal (thick description). Sebagai pengganti reliabilitas, digunakan dependabilitas yang akan memungkinkan perubahan dan isntabilitas. Penelitian naturalistic/kualitatif akan lebih menilai data yang memiliki konfirmabilitas dari pada objektivitas, yang dicaoai dengan mengaudit proses penelitian. Lebih jauh mengenai validitas, Eisner (1991, dalam Creswell, 1998) mengemukakan untuk mengganti validitas lebih baik didiskusikan kredibilitas penelitian. Ia mengemukakan standard yang dipakainya seperti dukungan structural, konsensusvalidasi, dan adekuasi referensial. Dalam dukungan structural, peneliti menggunakan berbagai tipe data untuk mendukung atau menolak penafsiran. Ia memberikan ilustrasi tentang persamaan meneliti dengan pekerjaan seorang detektif, yang mengumpulkan sedikit demi sedikit alat bukti untuk membentuk ala keseluruhan. Pada tahap ini peneliti mencari tindakan dan perilaku yang berulan-ulang untuk menolak bukti atau penafsiran yang bertentangan. Ia merekomendasikan kredibilitas yang ditunjukkan dengan bukti-bukti dukungan dengan kuat yang akan meyakinkan para penilai atau penguji. Validasi yang dicapai dengan kinsensus,adalah kesepakatan diantara orang-orang yang kompeten bahwa deskrisi, penafsiran, evaluasi dan tema dari situasi pendidikan sudah benar. Refrensi yang diberikan untuk adekuasinya sebuah penelitian, menurut Eisner, adalah tujuan dari sebuah kritik untuk menjelaskan pokok permasalahan, dan dengan demikian akan menghasilkan persepsi dan pengertian yang sensitive dan kompleks dari manusia dipihak pembaca, maupun pihak yang melakukan penelitian dalam hal terkait.
5. Coba jelaskan dengan analogi, krisis yang ada di Indonesia ?
Bangsa
6. Pada etika ilmu, juga berlaku pada etika penelitian. Jelaskan asumsi anda?
Penelitian dan penulisan adalah suatu kegiatan (activitas) sedangkan etika menunjukkan sikap kepribadian peneliti dan ilmu menentukan disiplin yang menjadi ukuran ketetapan etikanya sendiri. Dalam “Ilustrated World Encylopedia” ditekankan bahwa etika mengandung ajaran mengenai apa yang dipandang benar atau salah dalam sikap seseorang dalam hubungan sosial sehari – hari. Peranan sifat ke“ilmu”an di atas, ialah bahwa disiplin, sistem dan metode ilmulah yang menentukan salah atau benarnya sikap penelitian dan penulisan dalam kegiatan penelitian dan penulisan itu sendiri. Maka untuk mengetahui pengaruh yang menentukan itu, seharusnya digarap lebih dahulu beberapa pengertian dari bidang “filsafat ilmu”, karena dilapangan ilmu itulah kita jumpai hakikat ilmu, metode ilmu, sistem ilmu dan lain – lainnya yang bertalian dengan ilmu, dan nilai – nilai etis yang terkandung di dalam hakikat, sistem dan metode ilmu, yang selanjutnya akan mempengaruhi pola etika penelitian/penulisan.
Secara sederhana dirumuskan, bahwa seorangIndonesia sebagai peneliti atau penulis selain tunduk pada nilai – nilai filsafat ilmu yang berlaku secara umum, juga tunduk pada nilai – nilai yang diserapnya dari ajaran pancasila. Maka jika di Indonesia hendak dikembangkan etika ilmu dalam penelitian dan penulisan, itu berarti bahwa etika yang akan membimbing si peneliti dan si penulis ialah etika ilmu yang berlaku universal yang diadaptasi sesuai dengan ajaran etis yang bersumber pada pandangan hidup bangsa Indonesia Satu bahan perbandingan secara universal telah berkembang pandangan filsafati yang mengatakan bahwa “knowledge is power” (pengetahuan adalah kekuasaan). Namun menurut pandangan fisafati dari pancasila secara aksiologi (yakni dari segi kegunaannya). Untuk tujuan dan kegunaan apakah knowlodge yang berupa power itu, apakah untuk saling merubuhkan dan menghancurkan atau untuk membangun kesejahteraan sesama manusia. Maka sebenarnya tidak kurang adanya nilai – nilai etik yang akan membimbing sikap peneliti dan si penulis di Indonesia yang menganut pancasila, yang di dalamnya tercakup ajaran yang mengenai kejujuran dan tanggung jawab susila penelitian dan penulisan ilmiah.
Maka tingkat etika penelitian dan penulisan di suatu kelompok sosial atau bangsa, akan menjadi ukuran sejauh mana kelompok sosial tersebut memahami nilai – nilai dan harkat ilmu dan keilmuan dan bagaimana mereka menghormati hak – hak dan otorita sesama peneliti, atau sesama penulis. Sikap ini tercemin dalamgaya penelitian dan penulisan mereka, bahkan akhirnya dapat dikatakan bahwa tingkat etika penelitian dan penulisan adalah termasuk salah satu ukuran tingkat peradapan manusia umumnya dan suatu bangsa khususnya.
Beberapa petujuk menurut filsafat ilmu Dalam filsafat ilmu dikenal beberapa prinsip yang mengandung petunjuk etis untuk penelitian dan penulisan. Meskipun filsafat ilmu bukan suatu sumber ajaran sebagaimana agama, namun di dalamnya terdapat guidance dan nilai bombing yang perlu ditaati oleh para peneliti dan penulis karena padanya terdapat segi – segi yang bertalian dengan tuntutan untuk saling menghargai antar sesama peneliti dan penulis sebagai sumber pengetahuan. Menurut sistem ilmu Seorang peneliti dan penulis yang ingin mengembangkan suatu pengetahuan yang diperolehnya dari suatu sumber, untuk kemudian akan melahirkan ilmu yanh baru, lebih dahulu menjelajah ke suatu atau beberapa kumpulan pengalaman dan pengetahuan orang lain. Baik melalui penelitian lapangan atau kepustakaan. Berarti tidak seorangpun yang mampu secara sendiri untuk tampil sebagai peneliti dan penulis apalagi sebagai ilmuan, atau untuk menampilkan sesuatu pandangan tanpa lebih dulu menjelajah pada hasil karya orang lain. Maka menjadi pertanyaan: sejauh mana ia bersifat jujur dan menghormati otorita dan hasil karya penelitian orang yang mendahuluinya itu, melalui sesuatu cara yang diperlihatkannya dalam penelitian atau tulisannya sendiri. Apakah akan ia tampilkan pendapat, pandangan dan buah pikiran peneliti dan penulis terdahulu dan yang dijadikan bahan dasar atau premis untuk penelitian dan tulisan sendiri, atau secara hormat dan terus terang ia menyebut sumber itu dalam laporan penelitiaanya dan penulisannya. Secara terus terang, terbuka dan terhormat, selayaknya sumber – sumber itu disebut melaului sesuatu cara dalam teknis tulisan dan penelitian.
Secara sederhana dirumuskan, bahwa seorang
Maka tingkat etika penelitian dan penulisan di suatu kelompok sosial atau bangsa, akan menjadi ukuran sejauh mana kelompok sosial tersebut memahami nilai – nilai dan harkat ilmu dan keilmuan dan bagaimana mereka menghormati hak – hak dan otorita sesama peneliti, atau sesama penulis. Sikap ini tercemin dalam
Beberapa petujuk menurut filsafat ilmu Dalam filsafat ilmu dikenal beberapa prinsip yang mengandung petunjuk etis untuk penelitian dan penulisan. Meskipun filsafat ilmu bukan suatu sumber ajaran sebagaimana agama, namun di dalamnya terdapat guidance dan nilai bombing yang perlu ditaati oleh para peneliti dan penulis karena padanya terdapat segi – segi yang bertalian dengan tuntutan untuk saling menghargai antar sesama peneliti dan penulis sebagai sumber pengetahuan. Menurut sistem ilmu Seorang peneliti dan penulis yang ingin mengembangkan suatu pengetahuan yang diperolehnya dari suatu sumber, untuk kemudian akan melahirkan ilmu yanh baru, lebih dahulu menjelajah ke suatu atau beberapa kumpulan pengalaman dan pengetahuan orang lain. Baik melalui penelitian lapangan atau kepustakaan. Berarti tidak seorangpun yang mampu secara sendiri untuk tampil sebagai peneliti dan penulis apalagi sebagai ilmuan, atau untuk menampilkan sesuatu pandangan tanpa lebih dulu menjelajah pada hasil karya orang lain. Maka menjadi pertanyaan: sejauh mana ia bersifat jujur dan menghormati otorita dan hasil karya penelitian orang yang mendahuluinya itu, melalui sesuatu cara yang diperlihatkannya dalam penelitian atau tulisannya sendiri. Apakah akan ia tampilkan pendapat, pandangan dan buah pikiran peneliti dan penulis terdahulu dan yang dijadikan bahan dasar atau premis untuk penelitian dan tulisan sendiri, atau secara hormat dan terus terang ia menyebut sumber itu dalam laporan penelitiaanya dan penulisannya. Secara terus terang, terbuka dan terhormat, selayaknya sumber – sumber itu disebut melaului sesuatu cara dalam teknis tulisan dan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
- Bangunan Teori. Drs. Agus Salim. 2006. Yogyakarta : Tiara Wacana
- Filsafat Ilmu dan Penelitian. Prof Dr. M Solly Lubis SH. 1994. Bandung : Mandar Maju
- Filsafat Pendidikan. Suparlan Suhartono. 2006. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media
- Pengantar Filsafat Ilmu, The Liang Gie. 2004. yogyakarta: liberty
- Prosedur Penelitian, Prof. Dr. Suharsimi Arikunto.2002. Jakarta : Rineka Cipta
- Paradigma Baru Pendidikan Nasional, H.A.R. Tilaar, M.Sc.Ed.2004.Jakarta,PT. Rineka Cipta
- Pengantar Filsafat, Burhanuddin Salam.2003. Jakarta : Bumi Aksara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar